Pemuda, Politik Daerah dan Wilayah Perbatasan Nusa Utara Bersama Jolly Horonis

Wawancara dengan Jolly Horonis
Jolly Horonis


TanyaJawab, BININTA.com – Jolly Horonis adalah salah satu tokoh pemuda asal Nusa Utara (Sangihe, Sitaro dan Talaud), aktivis pemuda, dan pemerhati isu-isu Geopolitik bersama Global Future Institute.

Kali ini, BININTA.COM menghadirkan TanyaJawab bersama Horonis, seputar beberapa isu, diantaranya isu Pemuda Nusa Utara, Politik Daerah dan Geopolitik.

1. Bagaimana anda melihat potret Pemuda Nusa Utara dewasa ini? 

Pemuda Nusa Utara dalam tahap ini sudah beradaptasi dengan era teknologi 4.0, penggunaan berbagai platform teknologi untuk komunikasi dan kebutuhan praktis. Namun saya melihat, tidak ada tokoh sentral yang menjadi penggerak pemuda Nusa Utara yang menjadikan kaum muda Nustar berjalan pada ide masing-masing individu.

2. Sekarang sedang hangat isu representasi Nusa Utara dalam Pilwako maupun Pilgub, apa tanggapan anda?

Menggiring isu keterwakilan Nusa Utara dalam Pilwako maupun Pilgub adalah kemunduran cara berpikir di alam demokrasi dan dunia modern. Jika punya niat seperti itu, seharusnya bangunlah kekuatan dan himpun massa sejak dini. Jangan kemudian ‘Tiba Saat Tiba Akal’. Ini malah mencitrakan kita sebagai orang Nusa Utara tak punya style politik lain selain bawa-bawa status kedaerahan.

3. Bagaimana anda Melihat Kans kelompok Pemuda Nusa Utara di Pileg 2024?


Ada peluang bagi anak-anak muda, katakanlah di Pileg 2024, asalkan anak-anak muda mampu menjaga dan membangun kepercayaan dari generasi tua, baik generasi tua sebagai pemilih maupun politisi atau pemimpin.

4. Anda menyoroti tentang isu BIMP dan EAGA dan dampaknya ke Nusa Utara, mengapa mengangkat isu ini? dan mengapa ini penting untuk diangkat?


Tujuan utama BIMP – EAGA adalah untuk kesejatheraan masyarakat di kedua perbatasan. Namun saya melihat peningkatkan kesejahteraan dan pertumbuhan ekonomi masyarakat di daerah perbatasan berdasarkan kerja sama BIMP-EAGA ini ‘jauh panggang dari api. Misalnya, Marore dan Miangas juga pulau-pulau kecil berpenghuni di sekitarnya adalah klaster pulau yang ada di garis depan perbatasan Indonesia-Filipina yang belum menuai hasil signifikan sebagai wilayah perlintasan ekonomi.

Namun saya melihat, Pemkab, misalnya khusus untuk Kecamatan Marore saat ini, Bupati Jabes E. Gaghana terus mendorong Pemerintah Pusat agar dapat memberikan keleluasaan, khususnya bagi empat pulau terluar di Kecamatan Marore untuk bisa menjual hasil tangkapan ikan ke Filipina. Hal ini karena jarak tempuh ke Filipina hanya tiga jam, sedangkan ke Tahuna bisa sampai delapan jam. 
Sejauh ini, saya melihat kerja sama ini hanya mengakomodir perdagangan skala besar dengan Bitung sebagai sentra kerja sama dari Indonesia dan masyrakat lokal di perbatasan menjadi penonton saja, tidak terkena dampaknya. 

Makanya melalui tulisan saya di Global Review, saya mendorong agar penerapan kerja sama ini dapat lebih berorientasi pada kesejatheraan riil masyarakat daerah perbatasan, pembahasan dan implementasi kerjasama BIMP-EAGA perlu pelibatan langsung Kabupaten/Kota yang termasuk dalam koordinasi Pemerintah Provinsi untuk secara aktif dan terpadu membahas peluang-peluang dan solusi yang diperlukan dibarengi dengan evaluasi periodik terhadap ketercapaian kerja sama ini di wilayah perbatasan. 
Yah kita seharusnya tak hanya membahas masalah security (keamanan) perbatasan namun juga masalah prosperity (kesejatheraan) karena eksistensi Nusa Utara di bibir pasifik sebagai wilayah perbatasan Utara Indonesia memegang peranan yang sangat strategis sebagai penjaga kedaulatan bangsa juga sebagai pilar depan benteng Pancasila. Maka, sudah seharusnya beranda ini menunjukan citra kemajuan pembangunan negeri ini. Beranda rumah kita ini jangan lagi terlihat sebagai daerah tertinggal, terpencil, dan terkebelakang. 


5. Nah, sekarang pertanyaan terkait pembentukan Provinsi Nusa Utara. Sebagai tokoh pemuda Nusa Utara, bagaimana anda menyoroti hal ini?  

Pembentukan Provinsi Nusa Utara itu bagus dan sudah sejak lama diperjuangkan meskipun dari dulu progress-nya juga tidak terpublikasi. Dan tentunya Nusa Utara harus memenuhi syarat sebagai Provinsi baru. Yang tidak bagus itu adalah apabila mengangkat isu ini hanya pada momen pilkada, pilgub dan momentum politik lainnya. (Red01)

Pos terkait