Tak Cukup Hanya Jadi Orang Yang Punya Niat dan Perilaku Baik

Ilustrasi Solidaritas di Masa Pandemi. (Getty Images/Bininta).

Kondisi Materiil Saat Ini

Pandemi COVID-19 membuat hampir seluruh dunia mengalami krisis kesehatan dan krisis ekonomi.

Sampai tulisan ini dibuat (6/8/2020, red), jumlah korban meninggal di Indonesia akibat virus tak kasat mata ini sudah mencapai 3.873 jiwa, sementara kasus positif menyentuh angka 81. 668 orang. 
Untuk di skala global, kasus terkonfirmasi positf sebanyak 13.378. 853, dan angka korban meninggal yakni 580.045 jiwa.

Pandemi Covid-19 ini juga melululantahkan ekonomi dunia. Dilansir dari BBC, Dana Moneter Internasional (IMF) mengatakan bahwa pandemi virus merusak ekonomi dunia dan diperkirakan lebih buruk dari perkiraan sebelumnya. 

IMF memprediksi output ekonomi dunia tahun ini akan menyusut hampir 5% atau hampir 2% lebih buruk dari perkiraan yang dirilis pada bulan April. Salah satu konsekuensi logis dari hal ini, yakni banyaknya korban PHK yang terjadi dalam skala global. 
Untuk di Indonesia sendiri, dilansir dari Katadata, pemerintah mengatakan bahwa kemungkinan pekerja yang terdampak akibat virus corona Covid-19 mencapai 3 juta. Mereka terdiri dari pegawai yang dirumahkan atau akiba dari pemutusan hubungan kerja (PHK).

Solidaritas Jangka Pendek

Tetapi dibalik itu semua, ada satu hal positif yang kita temukan yakni solidaritas antar umat manusia.

Kita bisa melihat di hampir seluruh penjuru dunia, banyak ditemukan segerombolan orang berada di pinggir-pinggir jalan melakukan beberapa aksi solidaritas untuk menggumpulkan dana yang akan disalurkan ke kelompok miskin yang diterpa kasus PHK dan dirumahkan, tak lupa juga bantuan-bantuan seperti pembagian masker dan handsanitizer gratis.

Kita mengetahui saat ini memang penting dan mendesak diperlukannya solidaritas antar umat manusia dalam upaya mengeluarkan kita dari akibat pandemi Covid-19 ini. Gerakan yang sudah saya sebutkan diatas seperti pembagian masker dan handsanitizer adalah contoh konkritnya.

Perlunya Analisis Struktural Melihat Permasalahan Dalam Skala Jangka Panjang

Tetapi perlu diketahui, ada suatu masalah yang harus kita respon dan menjadi akar permasalahan stuktural. 

Permasalahan seperti kemiskinan, ketimpangan kekayaan (ekonomi, red), eksploitasi sumber daya alam dan pemutusan hubungan kerja. Tentu dalam hal ini sebagai sebabnya, yakni karena masifnya corak produksi kapitalistik.

Perlu diketahui krisis ekonomi yang terjadi saat ini, sejatinya adalah krisis internal kapitalisme. 

Angel Gurria dalam tulisannya menyebutkan bahwa perpaduan antara krisis kesehatan dengan krisis ekonomi dan keuangan akan memberikan tekanan besar pada masyarakat global, bahkan ketika pandemi COVID-19 ini berakhir, masyarakat akan dihadapkan pada krisis pekerjaan.

Dengan melihat bahwa sebelum wabah pandemi COVID-19 ini melanda, di hampir seluruh dunia, sudah terjadi hal-hal yang mengarah ke krisis ekonomi, diantaranya hutang perusahaan yang tinggi, ketegangan perdagangan antara pelaku ekonomi utama, juga kesenjangan dalam pendapatan, kekayaan dan stabilitas pekerjaan di banyak negara.

Hal lain juga penting diketahui, yakni sebelum pandemi Covid-19 ini mengemuka, kita apalagi khususnya kelas pekerja sudah menjadi kelas yang selalu berada dalam posisi rentan dikeluarkan atau dipecat. Ini terjadi karena dalam sistem kapitalisme, kelas pekerjalah yang selalu menjadi subordinat.

Penularan wabah penyakit juga erat kaitannya dengan perilaku manusia yang tidak memperhitungkan keberlanjutan alam. 

Untuk khusus pada pandemi COVID-19 ini, dilansir dari Mongabay, peneliti mikrobiologi dari LIPI, Sugiyono Saputra, PhD, mengatakan bahwa sebagian besar penyakit timbul karena masalah lingkungan.

Kemudian, 60 persen penyakit infeksi merupakan penyakit zoonosis atau berasal dari hewan dan lebih dari dua per tiga berasal dari satwa liar dan terkait Covid-19 untuk sementara waktu masih dikatakan terjadi karena disebabkan dari kelelawar dan atau trenggiling, yang merupakan salah satu komoditas yang diperjualbelikan secara ilegal dan menjadi obat sehingga berkontribusi pada tumpahnya virus ke populasi manusia.

Tak Ada Jalan Lain Selain Mengakhiri Corak Produksi Kapitalistik

Inilah beberapa alasan untuk mengafirmasi bahwa, niat melakukan hal baik dan mengaktualisasikannya saja belum cukup. 

Dalam skala jangka panjang niat dan perilaku itu harus didasarkan pada analisis yang mendalam juga struktural. Tepatnya, yang bisa dilakukan adalah mengarahkan niat dan perilaku baik itu ke dalam bentuk ikhitar perlawanan dalam upaya mengakhiri akar permasalahan, yakni corak produksi dominan sistem kapitalisme.

Seperti kata Ernest Mandel dalam pidatonya di New York pada tahun 1968, tepat saat menghadiri Majelis Gerakan Mahasiswa, di mana pidato itu dijadikan tulisan yang berjudul “Gerakan Mahasiswa Revolusioner Teori dan Aksi”.

Ernest mandel menjelaskan bahwa kita harus sadar kondisi lingkungan sosialnya dan juga kekuatan sosial yang dihadapi.

“Penaklukan ideologis ini berarti bahwa pembebasan manusia harus diarahkan pada usaha yang sadar untuk merombak tatanan masyarakat, untuk mengatasi sebuah keadaan di mana manusia didominasi oleh kekuatan ekonomi pasar yang buta dan mulai menggurat nasib dengan tangannya sendiri.

Aksi pembebasan yang sadar ini tidak dapat dijalankan secara efektif, dan tentunya tidak dapat berhasil, jika orang belum menyadari dan mengenal lingkungan sosial tempatnya hidup, mengen­al kekuatan sosial yang harus dihadapinya, dan kondisi sosial ekonomi yang umum dari gerakan pembebasan.”

Untuk itu diperlukan analisis struktural dan perjuangan yang tak kenal lelah dalam memperjuangkan dunia yang akan hadir nantinya. 

Suatu dunia yang kita harapkan tidak ada lagi kerusakan sumber daya alam juga eksploitasi tenaga kerja.

Tetapi itu tidaklah mudah, karena seperti yang diketahui dalam sejarah krisis kapitalisme, corak produksi ini lewat berbagai macam cara seperti pada tahun 1929 ketika terjadi Great Depresion yang disebabkan over produksi, Pemerintah AS dan beberapa negara Eropa mengambil kebijakan atas landasan teoritis dari seorang ekonom John Maynard Keynes yang menekanankan pada intervensi pemerintah, ketika mekanisme pasar tidak berjalan sebagaimana yang diinginkan ekonom liberal pada masa klasik. 

Tetapi seperti diketahui Keynes hanya memberikan solusi yang tidak berdasarkan akar struktrual.

Sama halnya dengan krisis 1970-an, paham Neoliberal mulai mendominasi kebijakan di beberapa negara, khususnya negara dunia ketiga. 

Kebijakan Neoliberal muncul akibat ketidakpercayaan kebijakan yang berbasis teori Keynes (Intervensi Pemerintah). Ini membuat sejak saat itu praktis paham Neoliberal berikut kebijakannya sangat dominan di hampir seluruh negara, dengan dukungan dari organisiasi semacam World Bank dan IMF.

Dari dua contoh di atas, yakni resep ala Keynes dan resep ala Neoliberal memperlihatkan bahwa kapitalisme selalu memperbaiki dirinya sendiri tanpa menyentuh akar permasalahan struktural yamg membuat kapitalisme selalu bisa menjadi menjadi corak ekonomi dominan di dunia saat ini.

Untuk itu menutup tulisan ini, saya melihat bahwa niat baik yang terkaktualkan juga dalam perbuatan baik belumlah cukup, diperlukan analisis struktural dan komprehensif dalam melihat akar permasalahan yang kita hadapi saat ini. 

Yah, akar permasalahan itu ialah kapitalisme. Akar permasalahan struktural juga mensyaratkan akan wajibnya solusi yang struktural juga dalam merespon persoalan itu.

Untuk itu tidak ada pilihan lain, selain mengakhiri corak ekonomi kapitalistik yang bertumpuh pada akumulasi laba secara terus menerus, karena menjadi catatan penting bahwa di dalam diri sistem kapitalisme tertanam kontradiksi internal yang cepat atau lambat akan selalu mengarah pada krisis ekonomi, seperti yang kita hadapi sekarang ini.

Penulis
Muhammad Ifan Fadillah
Kader Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Makassar Timur dan Kolektif
di Komunal Nokturnal. 

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *