Foto: Mahasiswa UNDIP yang menciptakan Milk Storage. Dari kiri Iir Ilsatoham, Novita, Dosen Pembimbing dan Zainul Asror. |
Karena kandungan nutrisi dari susu sapi sangat tinggi, zat makanan dan minuman bernutrisi tinggi yang terkandung dalam susu sapi merupakan tempat bagus bagi bakteri untuk tumbuh. Ditambah kondisi kandang yang kotor, ihwal ini dinilai dapat meningkatkan secara signifikan pertumbuhan bakteri.
Seandainya proses pemerahan susu sapi tidak ditangani dengan lebih tertata, baik ketika dilakukan pemerahan maupun pasca pemerahan — bakteri yang ada di dalam susu juga akan menjadi banyak — semakin lama bila dibiarkan, akan tambah banyak.
Menurut penjelasan Iir, susu yang habis diperah biasanya langsung ditaruh di dalam ember atau drum, dan bisa dikatakan hal itu kurang higienis. Proses produksi susu sapi higienis di Indonesia kebanyakan disiasati dengan cara; susu hasil pasca pemerahan dikirim ke Industri pengolahan susu. Kebanyakan dari para peneliti menilai, industri pengolahan susu tidak bisa menyerap seratus persen kualitas susu sapi dari hasil perah para peternak.
Banyak produsen susu sapi di Indonesia pencemaran bakterinya rendah dan tidak sesuai kualitas SNI (Standar Nasional Indonesia). Karena dalam data penelitian para ahli gizi, kebanyakan susu sapi higienis yang dihasilkan dari para peternak, cemaran bakteri berkisar pada nilai angka 5×10 CFU per mili. Sementara standar SNI, ada di kisaran nilai angka 1×10 CFU.
Belajar dari kondisi yang sedemikian rupa. Iir dan kawan-kawan menciptakan alat canggih untuk menurunkan cemaran bakteri dan menjaga kualitas susu sapi yang dinamakan Milk Storage. Sekaligus sebagai upaya ekonomis, mendongkrak harga susu sapi di pasaran.
“Jadi, alat penyimpan kami menawarkan solusi buat susu hasil pemerahan. Selepas proses pemerahan, susu bakal disimpan dulu lewat alat itu. Melalui penggunaan utama pada sistem pendingin, supaya susu terjaga kualitasnya agar tahan lama (awet). Komponen utama yang diunggulkan alat temuan tersebut, yaitu pada hal pengadaan zat fotokatalis,” ujar Iir, menuturkan kemampuan alat canggih temuannya.
Milk Storage dapat menghasilkan super-oksida-hidroksil, sebagai anti bakteri yang cukup aktif ketika terkena sinar tampak. Zat fotokatalis memang membutuhkan matahari, tetapi karena sudah dimodifikasi dengan cara mendoping zat fotokatalis. Maka, kebutuhan “zat fotokatalis” cukup bisa diaktifasi dengan cahaya lampu biasa.
Milk Storage karya Iir Ilsatoham dkk, mahasiswa Universitas Diponegoro (Foto: UNDIP) |
“Melalui temuan Milk Storage, kami tawarkan kualitas susu sapi higienis terbaik. Susu disimpan di Milk Storage dahulu, baru kemudian disetorkan ke tempat industri pengolahan susu,” tutur Iir.
Milk Storage menawarkan kualitas hemat daya, karena irit penggunaan daya energi listrik. Prototipe fisik bisa menampung sekitar 50 liter, dengan harga perakitan total sekitar dua sampai tiga juta rupiah, komplit dengan alat elektronik pendukung lainnya. Seperti aki, buat menyimpan energi dari sel surya. Tidak ketinggalan juga sistem pendingin berbentuk tabung. Komponen lapisan tipis fotokatalis N doped ZnO diaktivasi dengan cahaya tampak dari lampu LED, ditengarai sebagai alasan utama Milk Storage memengaruhi kualitas susu sapi.
Sejauh ini proses produksi susu sapi disimpan di alat refrigator. Oleh banyak kalangan peneliti dinilai hanya menghambat pertumbuhan bakteri. Sementara Milk Storage, selain bisa menjaga susu sapi, lebih tahan lama dalam kondisi yang dingin di sistem pendingin, juga menghilangkan bakteri dengan zat fotokatalis secara otomatis.
Penggunaan Milk Storage juga tidak menurunkan kandungan protein, lemak dan laktosa. Artinya, nutrisi susu tetap terjaga. Semakin baik kualitas susu sapi higienis, akan semakin terjamin kesehatan konsumen.
Menurut Lim Sanny, pada tahun 2010 produksi susu di Indonesia masih sangat rendah. Jumlah peternak susu sekitar 118,75 ribu peternak. Produktivitas sapi perah nasional mengalami stagnasi, rata-rata produksi susu berkisar antara 8 sampai dengan 12 liter per hari, dengan skala pemeliharaan per KK peternak memiliki 2 sampai 3 ekor induk.
Selain itu, 90 persen dari produksi susu dihasilkan dari peternakan rakyat. Sehingga kualitas dan produktivitas belum dapat memenuhi permintaan susu di dalam negeri. Sebagian besar kebutuhan nasional, terpaksa masih harus disiasati dengan cara impor.