Sebuah Catatan Perjalanan Meraih Impian Menjadi Dokter

dr. Amelia F. Manatar (Dok. AM)

Asalkan kita punya tekad dan motivasi yang kuat dalam diri untuk terus maju dan berkembang, serta selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki dan sekeliling kita, maka kita tidak akan kalah dengan keadaan. Hal tersebut menjadikan kita tidak menyerah dan minder dengan keadaan/status dari daerah mana kita berasal (kepulauan, dll) kita sama-sama punya hak yang sama untuk berkembang dan belajar. 

Tahun 2009 adalah tahun dimana saya merasakan penyertaan, pembelaan dan mujizat Tuhan bagi saya dan keluarga saya. Sejak awal memulai perencanaan kuliah, melanjutkan studi di bidang kedokteran sebenarnya muncul karena cetusan/keinginan beberapa anggota keluarga sehingga saya terus didorong untuk mewujudkan harapan tersebut. 

Memang tidak ada yang kebetulan, di tahun tersebut menjelang pengumuman kelulusan Sekolah Menengah Atas (SMA) dan persiapan masuk perguruan tinggi, Papa kami yang terkasih (almarhum) mengalami stroke perdarahan di otaknya sehingga mengakibatkan kelumpuhan. Tuhan sungguh baik, rencanaNya tidak ada yang gagal. 

Berangkat dari apa yang dialami keluarga kami saat itu, mulai timbul motivasi dan dorongan bagi saya untuk menjadi orang yang bisa merawat dan mengobati Papa kami sendiri dengan menjadi seorang dokter.

Ketika sudah mulai menemukan motivasi dan tujuan, maka saya mulai menjalani hari-hari saya selanjutnya dengan dukungan penuh keluarga besar. 

Dengan persiapan yang tidak banyak waktu itu, saya berdoa dan mencoba memaksimalkan waktu yang ada mengisinya dengan mencari referensi soal-soal masuk perguruan tinggi negeri lewat internet. Saya memilih Universitas Sam Ratulangi Manado sebagai tempat untuk melanjutkan studi.

Sempat minder awalnya karena yang mengikuti tes kedokteran di tahun 2009 waktu itu mencapai ribuan orang dan untuk Tes Lokal (T2) hanya membutuhkan 90 orang mahasiswa untuk diterima. Saya memiliki prinsip sejak di bangku sekolah SMA bahwa tidak peduli dengan keadaan, keterbatasan dan sekolah mana kamu berasal, seberapa lengkap fasilitasnya, dan berbagai faktor lainnya yang ada di sekolah tersebut asalkan kita punya tekad dan motivasi yang kuat dalam diri untuk terus maju dan berkembang, serta selalu bersyukur dengan apa yang kita miliki dan sekeliling kita, maka kita tidak akan kalah dengan keadaan. Hal tersebut menjadikan kita tidak menyerah dan minder dengan keadaan/status dari daerah mana kita berasal (kepulauan, dll) kita sama-sama punya hak yang sama untuk berkembang dan belajar.

Akhirnya di tahun 2009, saya berhasil diterima masuk di Jurusan Kedokteran dan masuk dalam peringkat 10 besar serta mendapatkan bonus beasiswa dari Universitas Sam Ratulangi Manado sampai saya menyelesaikan studi kedokteran. Puji Tuhan, semua karena kasih karunia Tuhan.

Saat akan menjadi mahasiswa kedokteran, waktu itu saya memulainya dengan sebuah tujuan yang pada awalnya hanya untuk menolong, merawat dan mengobati papa dengan menjadi seorang dokter kemudian motivasi dan tujuan saya berkembang untuk bisa membantu sebanyak-banyaknya orang kelak. Kalau saya punya cita-cita untuk membantu sebanyak mungkin orang, maka saya juga harus belajar dengan baik dan benar.

Saya juga tidak mau mengecewakan semua dukungan dan pengorbanan keluarga besar saya. Meskipun saya tahu keadaan ekonomi waktu itu dan seterusnya akan terasa sulit karena papa sebagai tulang punggung keluarga sebelumnya jatuh sakit, namun itu tidak menjadi penghalang ketika kita tau motivasi dan tujuan hidup kita adalah untuk kebaikan dan jadi berkat, maka pertolongan dan perkenanan Tuhan pun terjadi. Bisa mendapatkan beasiswa tidak membayar SPP sampai selesai sekolah dan mendapatkan tunjangan biaya hidup setiap bulannya.

Pengalaman menjadi mahasiswa kedokteran sangat menyenangkan. Intinya, jalanilah dan nikmati waktu menjadi seorang mahasiswa dengan baik dan benar. Bukan hanya belajar menaklukan buku dan menguasai ilmu, tapi juga harus bisa berinteraksi dengan orang dan lingkungan sekitar kita. Apalah artinya menjadi seorang yang dibekali ilmu yang baik tapi gagal membangun hubungan yang baik dengan sesama dan lingkungan sekitarnya.

Oleh sebab itu, semuanya harus dijalani dengan seimbang. Fase kehidupan menjadi seorang mahasiswa kedokteran berarti sudah siap berkorban lebih banyak waktu, tenaga/pikiran dan materi untuk menyelesaikan segala sesuatunya. Pada waktu mahasiswa sudah diberlakukan pengajaran/kurikulum KBK sehingga kelas kita hanya boleh terisi 20 orang maksimal di tiap kelas dengan pembelajaran modul / tutorial yang dipimpin oleh seorang Dosen.

Diharapkan interaksi dan pemahaman tentang modul/penyakit yang ada bisa lebih dalam dan maksimal. Setiap modul berkisar 1-4 minggu. Setiap pergantian modul, kelas kita diacak kembali sehingga teman-teman kita pun akan berlainan dalam satu kelas di modul-modul yang selanjutnya. Demikian berlanjut dan seterusnya. Kita pun diharapkan bisa mengenal teman-teman kita secara keseluruhan sampai selesai studi, karena dalam pendidikan ini pun kita diajarkan bagaimana memperlakukan teman kita sendiri/sejawat kita dengan sebaik-baiknya setelah menjadi seorang dokter nanti.

Setiap hari saya menjalani hari-hari saya dengan ucapan syukur. Disana juga saya ikut terlibat aktif dalam organisasi ilmiah (medical scientific community), sehingga bisa mengikuti berbagai lomba/kegiatan ilmiah nasional seperti olimpiade kedokteran Indonesia, penulisan karya-karya limiah/penelitian sampai publikasi (scientific writing, research and publication) di berbagai universitas yang ada di Indonesia seperti di Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya Malang dan Universitas Hasanudin.

Di tahun 2012, saya mendapat kesempatan untuk mewakili fakultas kedokteran menjadi mahasiswa berprestasi yang kemudian karena kemurahan Tuhan setelah melewati berbagai proses seleksi bisa terpilih menjadi mahasiswa berprestasi (Mapres) Universitas Sam Ratulangi. 
Untuk terpilih menjadi mahasiswa berprestasi tersebut dilakukan beberapa penilaian/seleksi meliputi: akumulasi IPK, kegiatan/aktivitas kita di berbagai organisasi, kemampuan berbahasa inggris melalui sesi diskusi saat memaparkan presentasi ilmiah/penelitian yang kita bawakan saat proses seleksi.

Bagi saya, menyandang predikat mahasiswa berprestasi bukan status/predikat semata, tetapi merupakan sebuah tanggung jawab yang bisa saya dedikasikan selama menjalani pendidikan sebagai seorang mahasiswa dengan sebaik-baiknya.

Di tahun tersebut juga, saya mendapatkan reward dari Unsrat untuk menjalani orientasi di beberapa universitas di Jepang selama kurang lebih 14 hari. Diberikan kesempatan berdiskusi tentang sistem pendidikan yang kita jalani di Indonesia dan Unsrat khususnya. Beberapa universitas yang kami kunjungi disana adalah Universitas Saga, Universitas Kyoto dan Universitas Nagasaki. 

impian menjadi dokter
dr. Amelia Manatar (paling kanan) sewaktu studi banding di Jepang (Dok. AM)

Sungguh sangat menyenangkan dan menjadi sebuah pengalaman yang berharga dalam hidup saya. Saya bersyukur dan berpikir bahwa semua itu adalah bonus yang dititipkan dan diberikan Tuhan. Pesan saya: jangan hanya mengejar sampai seberapa bisa/tinggi ilmu yang bisa kita capai, tapi seberapa bisa dirimu menjadi berarti dan bermanfaat bagi sebanyak-banyaknya orang.

Sampai di tahun 2013, tepat di bulan februari dengan masa studi 3 tahun 5 bulan, saya lulus dan mendapatkan predikat Cum Laude dengan IPK 3,95 saat lulus. Istimewanya di kelulusan tersebut adalah ketika rektor Unsrat waktu itu Prof. Donald A. Rumokoy, SH, MH mempersilahkan saya untuk berdiri dan mendapatkan sebuah kesempatan serta kehormatan untuk diperkenalkan kepada seluruh orang yang hadir (seluruh wisudawan dan orang tua) bahwa Amelia (Red, Penulis) merupakan seorang mahasiswa berprestasi yang membanggakan, menjalani pendidikan dengan beasiswa dan menyelesaikan dengan sangat baik. Segala kemuliaan hanya bagi Tuhan.

Kehidupan berlanjut menjadi seorang dokter muda/coass di RSUP. Prof. dr.R.D.Kandou Manado dengan tugas dan tanggung jawab lebih kompleks dibanding saat menjadi seorang mahasiswa S1 biasa. Disini belajar banyak bagaimana berinteraksi dengan pasien-pasien yang ada dengan latar belakang dan penyakit yang berbeda, tentang bagaimana kita bisa membawa diri dengan baik dan bisa berkomunikasi dengan pasien menjadi bagian yang paling penting.

Dilengkapi dengan ilmu yang kita miliki dan terus pelajari dibarengi dengan sikap/attitude yang baik kepada pasien bahkan teman sejawat dokter lainnya menjadikan identitas sebagai seorang dokter yang lengkap.

dr. Amelia F. Manatar dalam Tugasnya sebagai dokter (Foto: A.M)

Kehidupan seorang dokter muda cukup melelahkan dan menyita banyak hal dalam hidup saya yaitu waktu maupun tenaga/pikiran, tapi di fase inilah sebenarnya merupakan fase yang paling membentuk kualitas seorang dokter. Di fase ini, tidak banyak dokter yang bisa mundur/menyerah kalau tidak memiliki tekad dan motivasi yang kuat. Setelah berhasil melalui fase ini, kualitas kita pun bertambah semakin baik.

Ada shift/ jam jaga yang harus kami jalani. Sebagai contoh, jika setiap hari normalnya kita bekerja mulai pukul 08.00-16.00 (disebut sebagai jam stase), kalau kita terjadwal jaga di hari tersebut maka jam jaga kita dimulai setelah jam stase (setelah jam 16.00) sampai keesokan harinya jam 8 pagi, demikian seterusnya kita langsung menjalani jam stase dari jam 08.00 pagi sampai jam 16.00. Setelah selesai semuanya, baru kita bisa pulang ke rumah. Begitulah waktu demi waktu dijalani, saya menyelesaikan coass/dokter muda saya di tahun 2015. Selanjutnya tidak selesai disitu, perjuangan yang terasa berat itu tidak lantas berakhir.

Saya harus menjalani ujian standard nasional seorang dokter umum atau disebut sebagai Uji Kompetensi Mahasiswa Program Profesi Dokter yang dahulu disebut Ujian Kompetensi Dokter Indonesia. Sebagai persyaratan yang sudah ditetapkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia, kita belum resmi menjadi seorang dokter kalau belum diangkat sumpah seorang dokter dan lulus ujian tersebut. Di tahun yang sama, saya mengikuti ujian tersebut dan berhasil langsung lulus sehingga resmi menjadi seorang dokter dan diangkat sumpah dokter. Prosesi itu pun dihadiri oleh Papa saya tercinta dan segenap keluarga yang ada.

Setahun Memilih Mengabdi di Papua Barat

Perjuangan belum selesai, kami harus ditempatkan, diutus, disebar dulu ke rumah sakit-rumah sakit yang sudah ditunjuk pemerintah selama 1 tahun. Inilah yang disebut sebagai program dokter internship. Saya memilih dan ditempatkan di RSUD Kabupaten Sorong-Papua Barat mengabdi selama 1 tahun disana. Kebetulan waktu itu, belum ada akses untuk praktek sebagai dokter internship di Kabupaten Kepulauan Sangihe sehingga saya memilih ke Sorong, selain karena jarak yang tidak terlalu jauh dengan Manado tapi karena sudah sejak lama ingin melihat dan berinteraksi dengan masyarakat yang ada di sana.

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *