|
Patung Presiden Abraham Lincoln di Lincoln Memorial, Washington, DC. (Ist) |
HISTORI, BININTA.COM – Pada 31 Januari 1865, Kongres Amerika Serikat (AS) mengesahkan Amandemen ke-13 Konstitusi AS tentang Penghapusan Perbudakan.
Disahkannya Amandemen ke-13 ini tercatat sebagai salah satu peristiwa paling bersejarah bagi Amerika Serikat, yang mengubah nasib jutaan orang kulit hitam di seluruh negara bagian AS.
Melansir dari History.com, penghapusan perbudakan melalui Amandemen ke-13 adalah adalah fragmen yang hilang dalam Konstitusi AS sejak kemerdekaannya pada 4 Juli 1776.
Para pendiri negara Amerika Serikat, seperti George Washington, Benjamin Franklin, Thomas Jefferson, John Adams, dan lain-lain, menyusun deklarasi kemerdekaan AS, yang di dalamnya menekankan prinsip “all men are created equal” atau” setiap manusia diciptakan sama” dalam kehidupan bernegara.
Kendati demikian, dalam konstitusi AS yang disusun tidak sama sekali menyebut larangan terhadap perbudakan, sehingga praktek perbudakan di AS, yang merupakan peninggalan era kolonial Inggris, masih berlanjut hingga tahun 1965.
Setelahnya, isu perbudakan ini menjadi polemik di tengah masyarakat AS saat itu, dan memecah opini masyarakat. Partai Republik AS yang berdiri pada tahun 1854, muncul menjadi partai yang secara terang-terangan menyuarakan penghapusan perbudakan, yang kemudian menjadi agenda dan platform politik partai.
Abraham Lincoln muncul sebagai sosok pemimpin Partai Republik yang menyuarakan penghentian perbudakan. Dalam pidato Peoria-nya tahun 1854, Lincoln dengan tegas menyatakan bahwa Deklarasi Kemerdekaan AS seharusnya kembali diadopsi dan betul-betul dipraktekkan dalam kehidupan bernegara.
Agenda politik partai ini mendapat angin segar setelah Abraham Lincoln terpilih sebagai Presiden ke-16 AS dari Partai Republik. Lincoln adalah sosok Presiden yang mengidolakan Pendahulunya para tokoh pendiri AS, yang dianggapnya telah menyusun Deklarasi Kemerdekaan sebagai prinsip moral tertinggi dalam bernegara.
Sehingga ia dan partai Republik dengan gigih memperjuangkan Amandemen ke-13 hingga akhirnya disahkan pada 31 Januari 1965, yang menandakan berakhirnya Perbudakan yang panjang di AS.
Sejarah Amandemen Ke-13 Konstitusi AS
Abraham Lincoln, yang terpilih sebagai Presiden AS pada bulan Maret 1961, sedari awal dalam pemerintahannya berencana untuk menghapus perbudakan di seluruh negara bagian AS.
Bertepatan dengan perang sipil di AS antara Utara (Union) dan Selatan (Confederate) meletus pada tahun 1961, Lincoln mendapatkan kesempatan untuk mengeluarkan Emancipation Proclamation, dengan alasan kondisi Darurat Militer.
Emancipation Proclamation menjadi strategi untuk melemahkan pemberontak Confederate, yang melakukan praktik perbudakan di 15 negara bagiannya. Proklamasi Presiden ini, maka dapat menjadi alasan yang kuat juga “budak kulit hitam” di Union untuk berpartisipasi dalam perang.
Namun, Emancipation Proclamation tidak cukup efektif, sehingga Lincoln dan Partai Republik mengusulkan Amandemen Ke-13 dalam Konstitusi AS dengan memasukkan larangan terhadap perbudakan di seluruh AS.
Awalnya, amandemen Ke-13 lolos di Senat AS pada bulan April 1964, tapi kemudian tertunda di DPR AS karena banyaknya anggota Dewan dari Partai Demokrat yang menolak, dan menunggu hingga Pemilihan Presiden usai.
Setelah Abraham Lincoln menang telak pada Pemilihan Presiden, 8 November 1964, usulan Amandemen Ke-13 dilanjutkan di Dewan Perwakilan dan Presiden Lincoln terlibat langsung dalam upaya meloloskannya.
Saat Kongres kembali berkumpul pada bulan Desember 1864, anggota partai Republik di Kongres menyuarakan usulan amandemen sebagai agenda pembahasan. Sementara proses politik berlangsung di Kongres, Presiden Lincoln mengundang Perwakilan Dewan, baik dari Partai Republik dan Demokrat yang tidak setuju dengan Amandemen, untuk mendukungnya.
Bahkan Presiden Lincoln memberi wewenang kepada pada “sekutu”nya untuk membujuk anggota DPR dengan tawaran posisi penting dan tawaran-tawaran menguntungkan lainnya.
Isi Amandemen Ke-13 Konstitusi AS
Amandemen ke-13 berisi dua bab yang menyatakan dengan tegas penghapusan perbudakan di AS.
Bab I Amandemen ke-13 Konstitusi AS
“Neither slavery nor involuntary servitude, except as a punishment for crime whereof the party shall have been duly convicted, shall exist within the United States, or any place subject to their jurisdiction.”
(Baik perbudakan maupun kerja paksa, kecuali sebagai hukuman atas kejahatan yang dilakukan suatu pihak yang dihukum, tidak boleh ada di Amerika Serikat, atau di tempat mana pun yang tunduk pada yurisdiksinya.)
Kemudian pada Bab II ditekankan bahwa Kongres memiliki otoritas untuk menerapkan amandemen ini berdasarkan Undang-undang yang berlaku.
Drama Politik Saat Pembahasan di Kongres dan Hampton Roads Conference
Di tengah pembahasan Amandemen di Kongres, muncul rumor bahwa utusan dari Komisi Perdamaian Konfederasi sedang dalam perjalanan ke Washington atau mungkin sudah ada di Washington.
Rumor ini sempat membuat pembahasan Amandemen ditunda sampai ada konfirmasi dari Presiden Lincoln terkait kebenarannya. Rumor ini juga membuat usulan Amandemen hampir gagal diloloskan, karena Amandemen dianggap sudah tidak dibutuhkan lagi jika ada perundingan dan perjanjian damai dengan Konfederasi.
Namun Lincoln meyakinkan Anggota Kongres James Ashley – yang memperkenalkan Amandemen di Kongres – bahwa tidak ada Komisioner Perdamaian ari Konfederasi di Washington.
Selanjutnya, voting dilanjutkan dengan hasil suara mayoritas di Kongres menyetujui Amandemen Ke-13 pada 31 Januari 1865.
Ternyata, Komisioner itu memang ada, namun bukan dibawa ke Washington melainkan ke Virginia, markas besar pasukan Union. Komisioner Perdamaian yang datang terdiri dari 3 orang. Salah satunya adalah Wakil Presiden Konfederasi Alexander Stephens.
Presiden Lincoln menemui mereka pada 3 Februari di atas kapal River Queen. Pertemuan ini dikenal sebagai Hampton Roads Conference.
Pertemuan itu berakhir dengan cepat karena Presiden Lincoln tidak menerima satu pun konsesi yang ditawarkan oleh Konfederasi. Sebaliknya, Presiden Lincoln meminta mereka untuk segera menyerah.
Dampak Amandemen Ke-13 Konstitusi AS
Amandemen Ke-13 sangat berdampak besar pada kehidupan sosial masyarakat AS, terutama pada “budak kulit hitam”. Dengan disahkannya Amandemen ini, maka seluruh budak di AS dinyatakan bebas.
Dampaknya juga adalah penyusunan dan pengesahaan Undang-undang Hak Sipil Tahun 1866 yang mengatur tentang Hak-hak Sipil Warga Negara AS. Undang-undang tersebut menyatakan bahwa setiap orang yang lahir di AS berhak menjadi warga negara AS tanpa memperhatikan ras, warna kulit maupun orang yang sebelumnya mengalami perbudakan dan kerja paksa.
Amandemen ke-13 hingga Undang-undang Hak Sipil 1866 kemudian menjadi pertimbangan dalam usulan Amandemen ke-14 dan 15.
Namun, meskipun perbudakan telah dihapus di AS, perjuangan atas kesetaraan bagi seluruh warga negara AS dengan latar belakang ras yang berbeda, masih diperjuangkan hingga hari ini.
Dan bagi Presiden Abraham Lincoln sendiri, mengakhiri Perang Sipil dan meloloskan Amandemen Ke-13 adalah catatan pencapaiannya sebagai Presiden AS, yang membuat banyak orang menganggapnya sebagai Presiden AS terbaik yang pernah ada.
(AR)