Perdana Menteri Inggris Boris Johnson saat Konferensi Pers (24/12/2020) terkait kesepakatan dagang Inggris-Uni Eropa. (Dok. AP/Paul Grover). |
INTERNASIONAL, BININTA.com – Pasca Brexit, Inggris dan Uni Eropa (UE) akhirnya mencapai kesepakatan dagang setelah perundingan alot antara kedua bela pihak selama 9 bulan terakhir.
Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyatakan, ksepakatan dagang tersebut menjadi pertanda kendali sepenuhnya Inggris terhadap hukum dan nasib negaranya pasca Brexit.
“Kami telah mengambil kembali kendali atas hukum kami dan nasib kami,” ungkap Boris Johnson melalui laman resmi media sosialnya.
Boris Johnson sendiri adalah inisiator Brexit, yang sangat vokal menyuarakan pentingnya bagi Inggris keluar dari Uni Eropa, bahkan sebelum dia terpilih sebagai Perdana Menteri Inggris.
Sementara itu, Presiden Komisi Eropa Ursula von der Leyen menyatakan, meskipun perundingan yang lama dan alot, akhirnya ada kesepakatan yang adil dan seimbang yang bisa dicapai oleh kedua belah pihak.
“Ini (kesepakatan dagang) adil, seimbang, dan hal yang benar dan bertanggung jawab untuk dilakukan oleh kedua belah pihak,” katanya, dilansir dari Associated Press, Jumat (25/12/2020).
Melalui perjanjian itu, dipastikan Inggris dan blok 27 negara Uni Eropa dapat terus melakukan perdagangan barang tanpa tarif atau kuota, bahkan setelah Inggris sepenuhnya berpisah dari UE pada 1 Januari mendatang.
Hal ini pun menjadi terobosan baru bagi Inggris di malam natal dimana virus corona telah menewaskan sekitar 70.000 orang.
Apalagi saat ini negara-negara tetangga Inggris di Eropa menutup perbatasan karena penyebaran varian baru virus corona yang berasal dari negara tersebut.
Negara-negara anggota UE dan parlemen Inggris masih perlu memberikan suara pada perjanjian tersebut.
Badan Eropa tersebut diperkirakan tidak akan melakukan pemungutan suara sampai pemisahan Inggris-UE pada 1 Januari. Sedangkan parlemen Inggris akan memberikan suara pada 30 Desember mendatang.
Setelah 4 tahun pasca voting Brexit oleh warga Inggris, akhirnya pada 1 Januari 2021, Inggris akan sepenuhnya berpisah dari Uni Eropa.
Meskipun dengan kesepakatan dagang yang telah dicapai, namun barang maupun orang tidak lagi dapat bergerak bebas seperti dulu antara Inggris dan negara-negara anggota Uni Eropa.
Warga negara UE tidak akan dapat lagi tinggal dan bekerja di Inggris tanpa visa (tidak berlaku bagi 4 juta orang yang telah bekerja di Inggris), sama halnya dengan warga Inggris yang tidak bisa lagi secara otomatis pensiun di negara-negara anggota UE.
Sementara eksportir dan importir mengisi formulir terkait bea cukai, pemeriksaan barang dan aturan perbatasan lainnya.
Selain itu, kendala lainnya adalah terkait dengan area kerja sama yang lebih luas, seperti kerja sama keamanan antara Inggris dan negara-negara UE.
Dengan pemisahan ini maka Inggris akan kehilangan akses ke informasi riil di beberapa database penegakan hukum UE dan akses ke pasar UE untuk Sektor jasa keuangan besar Inggris.
Namun Boris Johnson, yang mempertaruhkan karier dan reputasinya untuk mengajak Inggris keluar dari UE, memastikan kalau negaranya akan selalu menjadi teman dan mitra dekat UE.
“Meskipun kami telah meninggalkan Uni Eropa, tapi secara budaya, emosional, historis, strategis, dan geologis, negara ini akan tetap melekat pada Eropa,” kata PM Boris Johnson.
(AR)