Penulis, Jerry Bambuta. Dok. Jerry |
SLOGAN populer yang dialamatkan kepada para guru dengan sebutan “Pahlawan Tanpa Tanda Jasa” sudah cukup familiar di telinga kita.
Secara analogis, para guru itu ibarat rahim yang melahirkan masyarakat intelektual bangsa ini. Di mana masyarakat intelektual ini juga yang menjadi determinan penting bagi eksistensi negara pada masa kini dan masa yang akan datang.
Artinya, hancurnya kualitas guru berdampak langsung pada buruknya kualitas masyarakat intelektual kita, buruknya masyarakat intelektual kita otomatis berdampak buruk pada rapuhnya eksistensi negara ini.
Peran guru sangat…sangat….sangat vital! Ini sama vitalnya dengan barisan TNI/POLRI yang berdiri di garda terdepan sebagai pertahanan sipil/militer, menjaga stabilitas dan kedaulatan negara terhadap ancaman-ancaman dari dalam dan luar negeri.
Kaisar Jepang Hirohito kala itu menanyakan ke perdana menterinya, ada berapa banyak wanita dan guru yang tersisa. Kaisar Hirohito tersedak melihat Jepang luluh lantak oleh hantaman bom nuklir di Hiroshima dan Nagasaki. Ia melihat jauh ke depan utk kebangkitan Jepang dengan dua modal utama, yaitu “wanita” dan “guru”. Mengapa? Bagi Kaisar Hirohito, wanita adalah para ibu yang akan melahirkan tunas-tunas Jepang yang baru dan para guru yang akan mendidik mereka.
Saya lahir dari keluarga yang mayoritas adalah guru, suka-duka seorang guru sangat saya pahami. Dengan segala perjuangan hidup, para guru harus gigih dan ulet untuk mendidik anak-anak bangsa. Sekalipun dari sekian anak didik tersebut ada yang ‘kumabal’ (bandel), tanpa ada etika.