India dalam Dilema Ekonomi-Militer dengan Tiongkok di Perbatasan Himalaya

Pasukan India-Tiongkok di Perbatasan Himalaya
Pasukan India dan Tiongkok di Perbatasan Himalaya. Dok. Outlook.

BENTROKAN tentara India-Cina pada Mei 2020 yang terjadi di sekitar perbatasan Himalaya menyebabkan puluhan tentara tewas dan terluka dari kedua bela pihak. Insiden ini berdampak pada kebijakan dan pandangan India tentang Tiongkok, namun di sisi lain India juga tidak bisa berbuat banyak dalam menghilangkan pengaruh Tiongkok di negaranya. Lalu, bagaimana kebijakan luar negeri India terhadap Tiongkok?ke

Ekonomi India

Dalam formulasi kebijakan luar negeri, Laura Neack (2008) menyatakan bahwa pemimpin negara perlu memikirkan dua lingkup yakni politik domestik dan luar negeri dengan tujuan mempertahankan kekuatan politik dan membangun serta memelihara koalisi kebijakan.

Keadaan domestik politik ini bisa mempengaruhi pembentukan kebijakan dikarenakan dalam upaya pencapaian kepentingan politik domestik diperlukan kebijakan luar negeri dan sebaliknya kebijakan luar negeri tidak bisa bertentangan dengan agenda domestik politik. Maka dari itu, dalam pembentukan kebijakan, pemimpin perlu melihat kondisi domestik termasuk kondisi politik, ekonomi, dan sosial masyarakat.

Berkaitan dengan kebijakan luar negeri, India menyatakan ketidaksetujuannya terhadap ambisi Belt and Road Initiatives (BRI) Tiongkok dan keengganan bergabung dengan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) yakni kerja sama ekonomi bersama negara-negara di ASEAN dan Indo-Pasifik yang dapat menunjukkan pandangan dan kebijakan India tentang Tiongkok.

Kebijakan ini disesuaikan dengan kondisi dalam negeri India, dimana PM Modi melihat bahwa industri dalam negeri India tidak dapat bersaing dengan negara lain dan dengan adanya peningkatan pengaruh dan tindakan provokatif Tiongkok di India terutama di wilayah perbatasan Himalaya menjadi momen India untuk “memikirkan kembali” hubungannya dengan Tiongkok.

Dari intensitas perdagangan, hubungan perdagangan India-Tiongkok mengalami penurunan, berbeda dengan ekspor dan impor India-Amerika Serikat. Namun walaupun begitu, India juga masih melakukan pinjaman dari bank yang berafiliasi dengan Tiongkok yakni Asian Infrastructure Investment Bank (AIIB) sekitar USD1.250 triliun untuk proyek-proyek pembangunan kawasan yang tetap dilakukan bahkan setelah bentrokan antara pasukan militer India-Tiongkok di Himalaya terjadi. Kebijakan ini berkaitan dengan kondisi perekonomian India yang masih membutuhkan pinjaman keuangan dari Tiongkok.

Dikaitkan dengan kondisi regional India, hubungan erat Tiongkok-Pakistan secara ekonomi dan keamanan, memunculkan dilema keamanan India terhadap kedua negara tersebut sehingga India melihat Tiongkok sebagai tantangan bahkan sebagai ancaman bagi keamanan perbatasannya yang juga dapat memicu peningkatan eskalasi dengan Pakistan. 
Menurut Sam Perlo-Freeman, Dilema keamanan sendiri terjadi saat negara meningkatkan kemampuan dan kapabilitas militer sebagai respon dari peningkatan kapabilitas militer negara lain sekitarnya yang memunculkan kompetisi senjata dan berdampak pada ekonomi keseluruhan yang digunakan untuk belanja senjata.

Dilema keamanan ini membuat India perlu berhati-hati tentang niat Tiongkok dengan bentrokan kekuatan militernya di Himalaya. Melihat ketidakstabilan ekonomi dan sosial selama pandemi ini, Tiongkok menggeser atau menyebarkan fokus sosial politik dan keamanan India dengan tindakan provokasi di Himalaya.

Provokasi Tiongkok di Himalaya ini mendorong India untuk memperkuat kemampuan militer domestiknya dengan mendatangkan Rafaela, jet tempur asal Prancis yang merupakan bagian dari perjanjian Prancis dan India senilai USD9,4 miliar sejak 2016 yang akan digunakan di daerah konflik dengan Tiongkok. India juga membeli Sukhoi dan pesawat tempur lainnya dari Rusia senilai USD2,43 miliar dari beberapa negara lainnya.

Kebijakan India ini merupakan bagian dari kepentingan domestik dan luar negerinya, dimana Modi harus memformulasikan kebijakan terkait provokasi Tiongkok untuk menjaga kredibilitas politik dalam negerinya. India juga menyadari bahwa kemampuannya tidak cukup kuat dibandingkan dengan Tiongkok sehingga mengembangkan kekuatan militer dan politik dengan negara-negara Eropa, Asia dan Rusia termasuk melalui QUAD dengan AS, Jepang dan Australia untuk menghalau kekuatan Tiongkok. 

Kerja sama ini menunjukkan bahwa India mengembangkan kerja sama dengan negara manapun dari berbagai blok selama dapat mencapai kepentingan paling vital negaranya yaitu survival baik dalam lingkup militer dan ekonomi.

Entah akan berhasil atau tidak dalam menghalau Tiongkok, tapi setidaknya Modi sudah mencobanya dengan meningkatkan hubungannya dengan berbagai negara. Di sisi lain ketika melihat respon dan kebijakan India, Tiongkok membuat India menyadari bahwa India masih membutuhkan Tiongkok secara ekonomi, dan skenario terburuknya adalah membuat India tidak dapat melunasi pinjaman yang sudah diberikan sehingga India terkena “jebakan hutang” seperti banyak negara Asia lainnya.

Selanjutnya, melihat kedekatan hubungan Tiongkok-Pakistan, maka sebenarnya Tiongkok berpotensi mengaburkan hubungan India-Pakistan yang selama ini juga sudah berselisih dengan sejak beberapa dekade lalu hingga sekarang. 

Hubungan Tiongkok-Pakistan ini perlu dilihat oleh India bahwa jika jalur BRI dan kerjasama ekonomi India-Pakistan terus meningkat, maka jalur perbatasan India-Pakistan-Tiongkok akan menjadi semakin dekat dan lama kelamaan dapat digunakan oleh Tiongkok untuk membangun pangkalan militer yang mengepung India dan perbatasan Pakistan, sehingga pengaruh dan kekuatannya bisa membuat konflik perbatasan semakin rumit. 
Tiongkok bisa menambah kompleksitas masalah perbatasan ini sehingga salah satu atau kedua negara, yakni Pakistan dan India, meningkatkan konflik regionalnya dan semakin bergantung pada Tiongkok dengan meminta bantuan militer dan ekonomi dari Tiongkok.

Untuk saat ini, kebijakan India untuk membangun hubungan dengan negara-negara yang secara langsung maupun tidak langsung memiliki kepentingan yang sama terkait pengaruh Tiongkok, bisa dijadikan India sebagai “tameng” India dari Tiongkok untuk menunjukkan bahwa India akan secara serius melindungi kedaulatan wilayahnya. 

Namun di sisi lain juga, dengan melihat perubahan dinamika politik global yang terjadi, India tidak bisa terlalu bergantung pada AS untuk melawan Tiongkok karena AS hanya akan bekerja sama dalam kondisi-kondisi terbatas.

Penulis
Chatrine Debora Pasaribu
Lulusan Jurusan Hubungan Internasional Universitas Jenderal Achmad Yani & Peneliti Junior di Democracy and Integrity for Peace (DIP) Institute, Jakarta.   

Pos terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *